WELCOME TO MY BLOG

Total Tayangan Halaman

Senin, 29 Maret 2010

graffiti bandung

graffiti bandung

saya bukan graffiti artist, malah sama sekali gabisa gambar. tapi saya sering terkagum-kagum liat gambar-gambar nan artistik yang banyak bertebaran di kota tercinta ini. Emang sih, saya bukan kurator, juga bukan jurnalis yang berhak punya segudang “kenapa”. Tapi saya sering penasaran kenapa mereka-mereka (read: graffiti artist) memilih jalanan sebagai media berkreasi? sudah begitu sempitnyakah kota kita ini? gak lagi menyisakan ruang untuk sedikit aja nafas kehidupan insan-insan kreatif anak bangsa?

eits tunggu dulu, ternyata saya salah. sebaliknya, seni graffiti meraja karena banyaknya apresiasi bernada positif di kota ini. Kota yang dari dulu terkenal dengan geliat kreatifnya, ternyata menyimpan ruang bagi hasrat berseni masyarakat urban. Diluar itu semua, graffiti sebagai salah satu alat eksistensi anak muda Bandung, pasti juga menyimpan ambisi, idealisme dan pesan-pesannya sendiri yang hanya bisa dimaknai oleh masyarakat penikmatnya.

sejauh yang saya tau, kebanyakan artist masih mengutamakan tersedianya sarana hiburan di jalan. Bayangin suasana jalan yang hiruk pikuk, panas dan penuh dengan berbagai tekanan. adanya graffiti sedikit banyak menyegarkan mata, syukur-syukur kalo bisa bikin senyum. Makanya, kebanyakan graffiti yang ada di Bandung bisa dibilang termasuk graffiti artistik. dan karena itu pula disini saya cuma mau ngomongin graffiti artistik, sementara graffiti-graffiti lain biar kita kesampingkan dulu ya..

Saya sih gamau bicara panjang lebar soal apa itu graffiti, apa itu graffiti artistik atau pesan apa yang bisa terkandung dalam sebuah piece, atau bahkan dalam segaris tag. soal itu biar saya koar-koar dalam tesis saya aja haha. tapi buat yang mau tahu lebih soal scene graffiti di Bandung, bolehlah kita ngobrol. Saya masih sangat baru di bidang ini. fresh from the oven! masih banyak yang mesti saya pelajari, tapi saya senang berbagi dan lebih senang lagi pas tahu bahwa scene di Bandung tidak dibuat dengan nafas vandal yang membabi buta, tapi lebih pada eksistensi dan apresiasi sebuah karya. Bahwa antara oldschool dan newschool di kota ini ga saling tiban, tapi maju bersama. Some imported urban-culture abide West-Javan local taste.

Tadinya saya sendiri ga pernah tertarik untuk terlibat lebih jauh kedalam dunia yang dipijak yudi. “Cukup tahu” lebih pas menggabarkan keterlibatan saya di kegiatannya yang satu ini. bukannya saya ga suka, saya cuma terlalu sayang menghabiskan waktu saya nemenin dia gambar. ga sebentar lho :p

tapi mau ga mau, pilihan saya untuk menjadikan aktivitas mereka sebagai bahan tesis membuat dunia graffiti pada akhirnya saya ceburin juga :D

Dari sekedar tanya-tanya, sampai akhirnya penasaran saya membuat saya menggali lebih dan lebih dan lebih dalam lagi, lama-lama saya paham kenapa scene ini begitu menarik. persis seperti karya-karya visual yang disimbolkannya, scene graffiti itu sendiri menyimpan berbagai warna dengan tingkat gradasi berbeda. terkadang rumit namun indah, simple tapi keras. jadi gimana ya? mungkin ga jauh beda dengan subkultur-subkultur lain yang berkembang di ranah perkotaan, scene graffiti yang didominasi anak muda juga bernafaskan rasa ketidakadilan atas kondisi sosial yang ada, terkadang berbaur dengan pencarian jati diri para pengusungnya.

Lalu saya sadar, kota Bandung yang sempit ini menyimpan nafas yang sedikit berbeda. sudah sejak lama keberadaan anak-anak muda sebagai tombak industri kreatif diakui oleh lembaga-lembaga formal dalam kota, berkumpulnya anak-anak muda Bandung dalam berbagai wadah berjudul “komunitas” pun seolah difasilitasi dengan banyaknya wahana dan organisasi kreatif. meski juga bukan berarti graffiti hadir tanpa perjuangan disini, namun keberadaan komunitas-komunitas yang dapat saling berinteraksi membuat perkembangannya menjadi mudah dan lebih terarah. Kenapa saya bilang terarah? karena seperti dibilang TellThem, bahwa graffiti di Indonesia, terutama kota Bandung ga perlu pake kejar-kejaran sama polisi atau vandal-vandalan. cukup minta ijin (tentunya dengan sopan) untuk membuat graffiti. imbalannya, banyak diantara pemilik tembok yang bersikap baik dan supportive pada seniman. hal ini pasti ga bakalan kita dapet diluar. dimana graffiti yang berakar dari budaya hip-hop cenderung menjadi momok geliat perkotaan. Lain dengan di Indonesia dimana graffiti masuk dengan cara berbeda.

Pun begitu, graffiti tetaplah lebih dari sekedar corat-coret diatas tembok semata. Dalam idealismenya yang paling sederhana sekalipun, sesimpel keinginan untuk membuat orang tersenyum sekalipun, mengandung kritik terhadap kondisi sosial yang melingkungnya. Kenapa karya artistik semacam graffiti harus dibredel oleh berbagai peraturan yang menjerat sedangkan para pengiklan dengan bebas menempelkan pamflet dan berbagai atribut lainnya diruang publik seolah peruntukannya? Maka hadirnya graffiti sebagai alternatif ditengah riuhnya rupa jalanan setidaknya memberi kita sedikit ruang untuk bernafas dan menikmati kembali rona wajah kota yang gemerlap.

Di kota Bandung ada beberapa nama yang gaungnya cukup membahana bahkan sampai ke ranah internasional. Beberapa adalah pionir-pionir graffiti di Bandung, sebagian lagi menggapai eksistensinya lewat skill dan konsistensi dalam karya. Mereka antara lain The Yellow Dino, Mondayz, FAB Family, Tell Them, M.U.T.E., CikCuk, Demn. Diantara mereka lalu ada anak-anak baru yang entah mencoba peruntungannya dalam dunia seni jalanan ini atau bahkan dengan semangat urbannya sungguh-sungguh ingin menancapkan kuku di scene graffiti. Untuk yang saya sebut terakhir ini adalah calon-calon regenerasi budaya urban yang memegang peranan penting dalam perkembangan graffiti kedepannya. Makanya Yudi selalu bilang, “Mulai dari sekarang, saat ini juga, kita bangun scene yang sehat di Bandung.” word, hubs!

capek ya rasanya kalo ngomong aja. mending saya lempar beberapa foto dari scene graffiti tanah Sunda yang melibatkan nama-nama yang saya sebut tadi

Huufft….kayanya ini posting terpanjang saya sejauh ini ya. ga kerasa tau-tau uda banyak aja haha. yah at last, mau graffiti atau apapun, semua tetap berpulang ke diri masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar